Notification

×

Iklan

Iklan

Mau Pesta yang Puas, Yuk ke Romawi

Kamis, 02 Januari 2025 | 11:54 AM WIB | Di Baca 0 Kali Last Updated 2025-01-02T03:54:53Z
Dok: Costa Ironi
Pesta selalu identik dengan euforia. Mengonsumsi minuman beralkohol dan daging berbagai rupa olahan sudah menjadi alat ukurnya. Sebuah pesta dikatakan berhasil atau memuaskan kalau kedua hal ini menjamin dan memenuhi hasrat ephitumia manusia.

Plato menggunakan ephitumia untuk membahasakan kebutuhan manusia yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan akan kepuasan jasmaniah (seks, makan, dan minum). Melihat dinamika sosial-budaya masyarakat pesta dalam berbagai variannya selalu menjadi ajang untuk memenuhi kebutuhan epitumiak manusia.

Kendatipun demikian, orang lupa bahwa manusia bukan saja ephitumianya, ia juga adalah thumos dan intelektualnya. Thumos berkaitan dengan kebutuhan untuk meningkatkan atau mempertahankan harga diri dan rasa bangga diri. Intelektual berkaiatan dengan kemampuan manusia untuk mengambil jarak dari perilaku hidupnya sehari-hari dan pada saat yang sama memberinya nilai (epistemologis, etis, estetis, dan teologis).

Tere Liye menjuduli sebuah novelnya TERUSLAH BODOH JANGAN PINTAR. Salah satu cara memperbodoh orang atau masyarakat adalah dengan memenuhi hasrat ephitumiaknya maka ia akan lupa bahwa ia memiliki kebutuhan yang lain. Sebuah kebutuhan yang menjadi pembeda signifikan antara manusia dengan liyan (binatang dan tumbuhan), yakni kepuasan akal budinya. Kepuasan ini bila dipenuhi akan mengatasi dua kebutuhan yang lain tadi (ephitumia dan thumos).

Adakah pesta yang dapat memuaskan tiga kebutuhan tadi terutama intelektual manusia? Kalau melihat pesta sekarang, nampaknya susah. Pesta mau dilakukan oleh siapapun (rakyat biasa dan pejabat politik) dan bentuk apapun selalu identik dengan makan dan minum. Penulis sih bisa menoleransi kalau pesta demikian dilakukan rakyat biasa (rakyat tanpa label sosial-politik apa pun).

Kembali pada pertanyaan tadi, penulis teringat pada pesta rakyat yang diadakan pada masa kekaisaran Romawi. Kala itu pesta rakyat selalu dilakukan dengan tiga intensi utama, yakni meningkatkan kesadaran sosial, mengurangi stres, dan meningkatkan kebanggaan nasional. Tiga intensi utama ini difasilitasi oleh pertunjukan teater, pertandingan olahraga, dan pesta makanan dan minuman.

Salah satu teater yang terkenal adalah teater Medea, karya Seneca (50-60 M). Medea meruapakan istri dari Jason yang berasal dari Argonatus. Jason membuang Medea demi menikahi lagi Glauce putri dari raja Creon. Medea marah dan kemudian membalas dendam dengan membunuh Glauce dan ayahnya serta anak-anaknya.

Teater ini terkenal sangat tragedis. Namun figur Medea merupakan simbol perlawanan terhadap tatanan sosio-kultural yang mapan saat itu, yakni hegemoni dan dominasi laki-laki atas perempuan. Dunia dikonstruksi seturut sudut pandang laki-laki.

Kita dapat membayangkan, pesta yang menyajikan tampilan seperti ini bagaimana tidak memuaskan nalar yang pada akhirnya melahirkan keresahan politis yang bermuara pada transformasi sosial-budaya. Pada tahun 300 san ketika Konstantinus menduduki kursi kekaisaran Romawi sedikit angin segar dibawanya serta.

Awal tahun kemarin, banyak tempat mengadakan pesta. Berbagai kalangan menjadi promotor dan inisiator pesta tersebut. Namun disayangkan pesta yang digalakan oleh para pejabat publik tidak memberikan sebuah cita rasa yang lain selain hanya makanan dan minuman. Saya rindu pesta Dionisius, pada saat itu teater Medea pertama kali dipertontonkan. *(Costa Oroni).

×
Berita Terbaru Update