Penghargaan tersebut diterima langsung oleh Penjabat Wali Kota Kupang, Fahrensy Priestley Funay, S.E., M.Si., Selasa (30/1) di Jakarta. |
Kupang, TE|| Kota Kupang kembali mempertahankan posisinya sebagai salah satu dari 10 kota dengan toleransi tertinggi menurut studi yang diselenggarakan Setara Institute. Penghargaan tersebut diterima langsung oleh Penjabat Wali Kota Kupang, Fahrensy Priestley Funay, S.E., M.Si., Selasa (30/1) di Jakarta dalam acara Launching dan Penghargaan Indeks Kota Toleran tahun 2023 Setara Institute.
Kota Kupang Kembali menempati peringkat ke 9 sama seperti IKT tahun 2022 lalu dengan skor 5,953. Skor tersebut mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya sebesar 5,687. Pada periode penelitian IKT tahun 2023 di Kota Kupang tidak terdapat peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Kota kupang menuntun lahirnya inisiatif-inisiatif baru untuk mampu bergerak menuju puncak. RPJMD benar-benar menjadi pijakan dasar bagi pemajuan toleransi di Kota Kupang salah satunya melalui agenda Kota Kupang sebagai rumah besar persaudaraan dan kerukunan lintas suku, agama, ras dan antar golongan atau Kupang Rukun dan Aman. Visi inilah yang terus menerus dipedomani dalam tata laku pejabat dan elemen masyarakat di Kota Kupang
Penjabat Wali Kota Kupang, Fahrensy P. Funay dalam victory speech nya menyampaikan terima kasih atas penghargaan yang diberikan Setara Institute kepada masyarakat dan jajaran pemerintah Kota Kupang, dirinya mengatakan bahwa penghargaan yang diterima tersebut selain merupakan kebanggaan juga sebagai bentuk tanggung jawab yang harus terus dipikul bersama baik oleh pemerintah maupun elemen-elemen di Kota Kupang.
Acara tersebut dihadiri oleh Deputi 1 Badan Nasional Penanggulangan, Mayjen TNI Rudi Widodo, M.Si., Pejabat Sementara Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri RI, Ir. Togap Simangunsong, M.App., Sc., Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi, Wakil Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Bonar Tigor Naipospos, Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Ismail Hasani, Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan, Para Pejabat dari Bappenas RI, Kementerian Hukum dan HAM RI, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama RI, Komnas Perempuan, Komnas Hak Asasi Manusia, Kepolisian RI, dan Institusi Penegak Hukum lainnya, Kementerian dan Lembaga, Mitra Pembangunan, Kedutaan Besar Negara Sahabat, Jaringan Masyarakat Sipil, Jurnalis dan Media serta para Kepala Daerah dari 12 Kota dan 1 Kabupaten dengan skor toleransi tertinggi dan penerima penghargaann khusus pada Indeks Kota Toleran 2023.
Indeks Kota Toleran 2023 dilaksanakan dengan tujuan untuk memperkuat ekosistem toleransi, memperluas inklusi sosial, menopang Indonesia Emas 2045. IKT 2023 merupakan publikasi ke 7 Setara Institute sejak diluncurkan pertama kali tahun 2015. Setara Institute melakukan penelitian selama 1 tahun terhadap 94 kota se-Indonesia untuk menempatkan 10 peringkat tertinggi yang layak mendapatkan penghargaan dengan IKT terbaik dan 3 kategori khusus penghargaan yang diluncurkan tahun ini.
Studi indexing disusun dengan mencatat dan menilai praktik-praktik toleransi terbaik kota-kota di Indonesia. Penyusunan dilakukan dengan memeriksa bagaimana toleransi, kebebasan beragama berkeyakinan dan kebhinekaan dipraktikkan dan dipromosikan secara serempak oleh elemen-elemen kota. Studi ini menetapkan 4 variabel dengan 8 indikator sebagai alat ukur untuk menilai 94 kota di Indonesia, yaitu variabel regulasi pemerintah kota dengan indikator rencana pembangunan dalam bentuk RPJMD dan dokumen perencanaan lainnya dan indikator ketiadaan kebijakan diskriminatif. Variabel regulasi sosial dengan indikator ketiadaan peristiwa intoleransi dan indikator dinamika masyarakat sipil terkait peristiwa intoleransi. Variabel tindakan pemerintah dengan indikator pernyataan pejabat kunci tentang peristiwa intoleransi dan indikator tindakan nyata pemerintah dalam merespon Tindakan intoleransi. Variabel demografi agama dengan indikator heterogenitas keagamaan penduduk dan indikator inklusi sosial.
Berdasarkan hasil studi indeks kota toleran 2023 berhasil diperoleh ranking dan skor kota-kota yang masuk dalam 10 besar kota dengan skor toleransi tertinggi, antara lain Kota Surakarta yang berada di urutan ke 10 dengan skor 5,800, Kota Kupang pada urutan ke 9, Kota Sukabumi di urutan ke 8 dengan skor 5,997, Kota Kediri di urutan ke 7 dengan skor 6,073, Kota Magelang di urutan ke 6 dengan skor 6,220, Kota Semarang di urutan ke 5 dengan skor 6,230, kemudian Kota Manado mendapat ranking 4 dengan skor 6,400. Ranking ke 3 diraih oleh Kota Salatiga dengan skor 6,450, kemudian Kota Bekasi sebagai runner up dengan skor 6,460 dan Kota Singkawang sebagai kota dengan toleransi tertinggi di Indonesia dengan skor 6,500.
Selain penghargaan bagi 10 kota dengan toleransi tertinggi, Setara Institute juga memberikan penghargaan khusus kepada 2 kota dengan capaian prestasi tinggi pada salah satu variabel IKT yaitu Kota Bogor sebagai kota dengan kepemimpinan toleransi terbaik dan Kota Banjarmasin dengan kebijakan toleransi terbaik, selain itu penghargaan khusus juga diberikan kepada Kabupaten Muara Enim sebagai inisiator pengukuran toleransi tingkat kabupaten, menjadi kabupaten pertama di Indonesia yang berinisiatif melakukan penilaian terhadap kondisi toleransi di wilayahnya sendiri yang hasilnya digunakan menjadi base line dalam perencanaan kelembagaan toleransi di daerah.
Ketua Badan Pengurus, Dr. Ismail Hasani, SH, MH IKT dalam sambutannya mengatakan yang dinilai bukan kinerja Wali Kota saja meskipun paling menentukan, namun juga mengukur kinerja masyarakat, tokoh-tokoh ulama, agama, sosial, elemen masyarakat sipil. Menurutnya, ekosistem toleransi ditopang oleh 3 hal antara lain kepemimpinan toleransi, kepemimpinan sosial dan kepemimpinan birokrasi. “Kalau 3 kepemimpinan ini kokoh maka ekosistem toleransi terbentuk,” tegasnya.
Plh. Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri RI, Ir. Togap Simangunsong, M.App, Sc dalam sambutannya mewakili Menteri Dalam Negeri mengatakan bahwa toleransi menjadi sangat penting bagi bangsa Indonesia karena kita terdiri dari keberagaman dan kemajemukan agama, suku dan etnis. Tanpa toleransi mungkin negara tidak dapat berdiri sampai saat ini.
Diakuinya hingga saat ini masih ditemui permasalahan toleransi yang menonjol, hal ini terjadi karena komitmen kepemimpinan daerah yang kurang ramah terhadap toleransi, diantaranya pendirian rumah ibadah yang sulit dilaksanakan, pemenuhan hak-hak minoritas yang kurang maksimal dan mengedepankan identitas agama tertentu dalam program kegiatan sehingga cenderung akan menerbitkan kebijakan yang mengedepankan aspek agama tertentu tanpa mempertimbangkan agama lainnya.
“Oleh karena itu sebagai koordinator pembinaan dan pengawasan pemerintah daerah, Kemendagri berkomitmen untuk terus menerus membangun ekosistem toleransi di daerah, antara lain melakukan pengawasan regulasi-regulasi yang regresif terhadap toleransi baik yang terdahulu maupun yang baru terbit beberapa tahun terakhir, memfasilitasi kolaborasi antar kota dalam pemajuan toleransi, mempertemukan kota-kota untuk belajar dan berbagi, memantau perkembangan dan tindak lanjut terhadap kota-kota dengan skor toleransi terendah guna memastikan keselarasan pemahaman dan agenda pemajuan toleransi lintas instansi,” ujarnya.
Togap juga meminta kepada seluruh kepala daerah agar memasukkan isu toleransi ke dalam program pembangunan yang tercermin dalam dokumen perencanaan pembangunan, melakukan terobosan-terobosan yang promotif terhadap pemajuan toleransi, ciptakan sebanyak mungkin sarana komunikasi dan dialog antar umat beragama serta menjadikan IKT sebagai saran dan masukan untuk perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah. “Tunjukan kepemimpinan politik dan kepemimpinan birokrasi yang kuat dalam mengkokohkan kemajuan toleransi di daerah masing-masing,” tambahnya.
Dalam sambutannya mewakili Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Deputi 1, Mayjen TNI Rudi Widodo dalam sambutannya mengatakan IKT ke 7 tahun ini patut diapresiasi karena bermanfaat bagi advokasi kebijakan yg berfokus pada bidang toleransi, pluralisme, pencegahan ekstrimisme berbasis kekerasan, rules of law, bisnis dan HAM dan human security. Namun, menurutnya, indeks toleransi yang tinggi tidak serta merta menjadikan masyarakat kebal terhadap ekstrimisme kekerasan dalam konteks perekrutan khususnya dengan fenomena perkembangan self radicalization yang terjadi dikalangan kelompok rentan seperti perempuan, remaja dan anak-anak.
“Indeks toleransi yang tinggi tidak sepenuhnya menjamin bebas dari ancaman terorisme dalam konteks menjadi target serangan khususnya dengan perkembangan strategi kelompok teroris yang memanfaatkan setiap kesempatan untuk melancarkan aksi terorisme,” ujarnya.
Dalam pemaparannya, Mayjen Rudi mengatakan pada tahun 2023, I-KHub BNPT telah merilis counter terrorism violence extremism outlook yang di dalamnya memuat kajian mengenai provinsi yang rentan ancaman terorisme, kajian ini didasarkan pada data terjadinya tindak pidana terorisme termasuk penangkapan terduga teroris dan inventarisasi jaringan atau kelompok terorisme. Hasil kajian Indonesia Knowledge Hub on Countering Terrorism and and Violent Extremism (I-KHub) dan Setara Institute terdapat perbedaan temuan karena perbedaan metodologi menjadi indikasi bahwa tingginya indeks toleransi suatu wilayah tidak memastikan berkurangnya kerentanan terhadap ancaman terorisme dan perlunya pengujian ulang kerentanan wilayah terhadap ancaman terorisme ini di tingkat propinsi dengan persebaran kerentanan di wilayah kota.
Namun, ditambahkannya, kajian pemeringkatan kota-kota toleran sebagaimana dirilis SETARA Institute pada dasarnya dapat dimanfaatkan sebagai data dukung BNPT dan atau Kementerian Lembaga lainnya dalam menentukan kebijakan berbasis bukti. Harapan kita Bersama IKT ini dapat bermanfaat bagi seluruh kementerian / lembaga, masyarakat sipil dalam memastikan Indonesia damai dan harmoni, sesuai kunci keberhasilan dalam penanggulangan terorisme melalui semangat World of Government and World of Society Approach dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, pemerintah, akademisi, media, pelaku usaha dan masyarakat atau pendekatan Pentaheliks. *